Naikkan PBB 250 Persen, Bupati Pati Dituding Cuma Ingin Perbesar APBD untuk Belanja Elit


Pati, Polemikdaerah.online, - Di tengah gelombang protes masyarakat atas kenaikan drastis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250 persen, Bupati Pati Sadewo justru tetap kekeh mempertahankan kebijakan kontroversialnya. Dengan dalih untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, orang nomor satu di Kabupaten bertajuk Bumi Mina Tani itu justru menunjukkan ironi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Fakta-fakta dari dokumen resmi Peraturan Bupati Pati Nomor 5 Tahun 2025 mengungkap bahwa triliunan rupiah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihimpun, termasuk dari pajak warga kecil, sebagian justru dialokasikan untuk belanja-belanja boros dan tidak menyentuh kebutuhan rakyat secara langsung.

Berikut sejumlah rincian yang memicu kemarahan publik:

  • Belanja Perjalanan Dinas:
  • Rp 16.670.548.500 (Enam belas miliar lebih hanya untuk jalan-jalan birokrat).
  • Belanja Hibah kepada Badan/Lembaga/Ormas:
  • Rp 16.848.095.000 (Hampir 17 miliar tanpa transparansi efektivitas dan dampaknya bagi publik).
  • Bantuan Keuangan untuk Partai Politik:
  • Rp 2.334.858.000 (Dana publik yang kembali menghidupi mesin partai, bukan pelayanan rakyat).

Selain itu tunjangan Keluarga ASN, PNS, dan PPPK total lebih dari Rp 114 miliar, dengan rincian :

  • ASN: Rp 57,22 miliar
  • PNS: Rp 38,89 miliar
  • PPPK: Rp 18,32 miliar

Padahal di sisi lain, PAD dari PBB dan retribusi daerah tahun 2025 ditargetkan tembus Rp548.507.950.000. Sebuah angka yang fantastis, namun ironis, karena alih-alih digunakan untuk membenahi jalan rusak, fasilitas kesehatan, atau pendidikan rakyat, sebagian besar dana justru mengalir untuk kenyamanan internal birokrasi dan loyalitas politik.

“Kalau uang sebesar itu hanya untuk jalan-jalan, hibah yang tidak jelas, dan menghidupi partai politik, lalu rakyat disuruh bayar pajak sampai tiga kali lipat? Ini bukan pembangunan, ini pemerasan yang dilegalkan!” kata Yayak Gundul, aktivis Gerakan Pati Bersatu.

Masih menurut Yayak, Pemkab Pati telah mengkhianati semangat reformasi anggaran. Ia menilai bahwa PAD dari hasil pungutan PBB dan retribusi seharusnya kembali ke rakyat dalam bentuk layanan dasar, bukan dinikmati segelintir elit birokrasi.

“Kami akan menggugat secara moral dan administratif. Ini bukan hanya masalah kebijakan, tapi menyangkut keadilan publik. Kalau rakyat disuruh patuh bayar pajak, pemerintah juga harus patuh pada etika pengelolaan anggaran,” tegas Yayak.

Di tengah tingginya biaya hidup, minimnya lapangan kerja, dan banyaknya infrastruktur dasar yang memprihatinkan, belanja Pemkab Pati tahun 2025 justru mencerminkan struktur APBD yang elitis dan jauh dari semangat pelayanan publik.

Sementara itu, hingga saat ini, Bupati Sadewo belum merespons permintaan audiensi dari berbagai kelompok masyarakat sipil. Diamnya pemerintah, justru memperkuat kesan bahwa APBD Pati 2025 hanyalah alat penguasa, bukan cermin dari kebutuhan rakyat.

“Jika pembangunan dibayar dengan penderitaan rakyat kecil, lalu untuk siapa kekuasaan dijalankan? Pajak dinaikkan, bukan untuk rakyat, tapi demi perut birokrasi dan kepentingan politik, warga Pati patut bertanya, apakah ini pemerintahan atau kongsi anggaran” Pungkasnya.

Red... 

Sebelumnya

item