Mimpi RS Onkologi di Atas Aset Talok Residen, Proyek Mulia yang Terancam Jadi Lahan Bancakan?
Opini Edukasi.
Bojonegoro, Polemikdaerah.online, - Dua hingga Tiga tahun lalu, sebuah proyek besar kembali digulirkan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, membangun Rumah Sakit Khusus Kanker (Onkologi) di atas lahan bekas mess migas Talok The Residence. Namun di balik narasi muluk memperkuat layanan kesehatan, tersimpan jejak aset bermasalah yang justru menuntut jawaban, benarkah proyek ini murni untuk kepentingan publik atau sekadar kamuflase pengelolaan aset yang penuh celah?
Lahan seluas lebih dari 20 ribu meter persegi di Desa Talok, Kecamatan Kalitidu, itu sejatinya milik Pemkab Bojonegoro. Dulu dipakai sebagai mess pekerja migas oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC) lewat skema Joint Operation dengan PT Bojonegoro Bangun Sarana (BBS) dan PT Etika Dharma Bangun Sarana (EDBS).
Berdasarkan Perjanjian Nomor 002/PJ/BBS/VIII/2020, masa sewa habis April 2022, tetapi pengembalian justru dilakukan pada 31 Desember 2021, seolah ada kecepatan dan kondisi urgensi yang patut dipertanyakan.
Merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPD Bojonegoro tahun 2022 menguak fakta, pasca pengembalian, bangunan dan lahan belum dimanfaatkan maksimal. Lebih parah lagi, beberapa fasilitas vital seperti saluran air dan tiang penerangan jalan tidak pernah dicatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) D milik Pemkab. Celah pencatatan yang amburadul ini seolah membuka karpet merah untuk main mata penguasaan aset.
Ironisnya, data pun tumpang tindih, berdasarkan dokumen 2019, luas lahan Talok tercatat 21.430 m² dengan sertifikat resmi, namun kini disebut 20.910 m². Ke mana selisih ratusan meter persegi itu hilang..?, nilai aset hanya Rp578 juta angka yang secara logika publik jelas janggal untuk tanah eksklusif di zona migas.
Alih-alih diselesaikan, tumpang tindih aset ini justru disulap jadi proyek pembangunan RS Onkologi. Tidak ada kejelasan apakah proses alih fungsi sudah melalui kajian penilaian harga wajar terbaru, audit independen, atau sekadar window dressing agar seolah aset dimanfaatkan.
Kekhawatiran muncul, benarkah proyek RS ini murni demi layanan kanker bagi rakyat? Atau jangan-jangan ini hanya cara lain untuk menutupi jejak potensi penyimpangan yang telah terjadi sejak masa sewa? Siapa penanggung jawab klasifikasi ulang? Bagaimana mekanisme evaluasi Tim Penilai Barang Milik Daerah (BMD)?
Hingga kini, Pemkab Bojonegoro terkesan abai pada rekomendasi BPK. Pencatatan aset masih amburadul, pengawasan minim, dan publik dibiarkan menebak-nebak kebenaran data. Jika tidak segera dibenahi, proyek RS Onkologi ini berpotensi menjerumuskan daerah pada masalah hukum baru, sengketa lahan, kerugian negara, hingga dugaan gratifikasi terselubung.
Masyarakat Bojonegoro berhak menuntut kejelasan. Rencana pembangunan RS Onkologi harus diaudit secara terbuka, termasuk riwayat aset, luasan lahan, nilai pasar, dan siapa saja pihak yang bermain di balik perjanjian sewa. Kalau tidak, mimpi mulia penanganan kanker hanya akan jadi kedok bancakan baru di atas tanah bermasalah.
Red...