APBD Lambat, Rakyat Terlantar, Janji Pembangunan Bojonegoro 2025 di Ujung Tanduk

Opini Edukasi


Bojonegoro, Polemikdaerah.online, - Serapan anggaran Pemkab Bojonegoro kembali menjadi potret buram tata kelola keuangan daerah. Hingga pertengahan 2025, serapan belanja tercatat baru pada kisaran angka 30 persen, sinyal kuat bahwa program prioritas yang dijanjikan kepala daerah terancam tak lebih dari sekadar narasi di atas kertas.

Padahal, aturannya jelas, di tengah tahun anggaran berjalan, pemerintah daerah seharusnya sudah masuk tahap pembahasan Perubahan APBD (P-APBD) untuk mengoreksi, memacu, sekaligus memastikan program strategis berjalan sesuai rencana. Namun fakta di lapangan berkata lain, proyek fisik tertunda, pemberdayaan sosial macet, rakyat hanya bisa menanti tanpa kepastian.

"Kalau sudah pertengahan tahun tapi baru 30 persen, ini lampu merah. Publik patut curiga, anggaran ini sengaja diparkir atau memang tidak ada niat membelanjakan dengan benar?” sindir seorang pegiat transparansi anggaran di Bojonegoro.

Kondisi ini kontras dengan realitas di akar rumput. Warga masih berjibaku dengan jalan rusak, irigasi mandek, distribusi air bersih tak merata, hingga peluang kerja produktif yang nyaris tak terbuka. Pemerintah daerah dinilai hanya piawai merangkai visi-misi megah, tetapi gagap saat eksekusi di lapangan dituntut nyata. 

Ironisnya, rumor di kalangan birokrasi menyebut banyak program prioritas justru didapatkan adanya ketidak sinkron dengan arah kebijakan kepala daerah. Hasilnya, kebijakan tumpang tindih, OPD saling lempar tanggung jawab, rakyat lagi-lagi jadi korban.

"Setiap tahun Perubahan APBD hanya jadi ritual politik. Yang mendesak sering dikesampingkan, yang seremonial malah digelontor anggaran. Sampai kapan rakyat Bojonegoro dibohongi?” kritik seorang aktivis kebijakan publik.

Situasi makin runyam lantaran minimnya transparansi. Tidak ada penjelasan terbuka di mana sebenarnya letak hambatan: birokrasi lamban, perencanaan tak matang, atau kepentingan politik menjelang tahun elektoral 2024–2025? Sementara itu, waktu terus berjalan, janji pembangunan pun terancam jadi pepesan kosong.

Pertanyaannya kini sederhana, di mana komitmen Pemkab Bojonegoro? Di tengah tekanan efisiensi anggaran, publik menuntut roadmap yang pro-rakyat, bukan sekadar formalitas administrasi untuk menutupi kegagalan di akhir masa jabatan.

Jika pola ini terus dibiarkan, program induk prioritas 2025 berisiko mangkrak. Serapan belanja tetap parkir di kas daerah, uang rakyat mubazir, pembangunan jalan di tempat, dan rakyat Bojonegoro lagi-lagi harus menanggung kerugian.

Sementara itu, Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono, saat dimintai tanggapan menegaskan bahwa capaian realisasi 30 persen sejauh ini masih dinilai wajar dan tak perlu dikhawatirkan. Ia juga membandingkannya dengan capaian daerah lain di Jawa Timur.

"Semua baik-baik saja. Silakan dicek dan dibandingkan dengan pemerintah daerah lain, serapan kita tidak jauh berbeda" jelasnya singkat.

Pernyataan normatif itu menuai reaksi publik. Banyak yang menilai jawaban seperti ini tak cukup menjawab keprihatinan warga di lapangan. Rakyat menuntut bukti nyata, bukan sekadar angka di laporan keuangan. Di tengah kondisi stagnasi ini, pertanyaan paling mendasar tetap sama: ke mana uang rakyat mengalir, dan siapa yang benar-benar bertanggung jawab?

Red... 

Sebelumnya

item