Di Atas Derita Rakyat, DPRD Bojonegoro Foya-Foya: Rp2,6 Miliar Lenyap untuk Mobil Dinas Baru
Bojonegoro, Polemikdaerah.online – Kala rakyat masih menambal jalan desa dengan dana swadaya, dan ibu-ibu antre berobat di puskesmas tanpa dokter, para wakil rakyat di Bojonegoro justru melenggang nyaman menuju kemewahan. DPRD Bojonegoro melalui Sekretariatnya resmi menganggarkan Rp2,6 miliar hanya untuk dua unit mobil dinas baru.
Dari data resmi yang dihimpun dari Sistem Pengadaan Nasional, pengadaan itu terbagi dalam dua paket: Rp1,84 miliar untuk kendaraan eselon II dan Rp767 juta untuk pejabat eselon I. Pembelian dilakukan via skema E-Katalog 6.0, dengan dalih mematuhi regulasi, dan bangga disebut menggunakan produk dalam negeri.
Tapi yang dipertanyakan bukan mereknya, bukan pula TKDN-nya. Yang dipertanyakan publik adalah hati nurani para wakil rakyat.
“Kendaraan lama masih sangat layak. Kalau alasannya cuma karena masa jabatan baru, itu bukan kebutuhan rakyat, itu nafsu gengsi,” kata Manan, pegiat akuntabilitas publik.
Manan menyebut, pembelian mobil dinas di tengah situasi ekonomi yang masih rapuh adalah contoh buruk dari prioritas anggaran yang terbalik. Saat anggaran infrastruktur dasar justru minim, DPRD malah memilih jalan pintas menuju kenyamanan pribadi.
"Di atas jalan berlubang, mereka melaju dalam kemewahan. Ini bukan pelayanan publik, ini pemanjaan diri pejabat publik,” tegasnya.
Ironisnya, pengadaan ini dilakukan justru saat pemerintah pusat mengimbau daerah agar menunda pembelian kendaraan dinas. Menteri Keuangan bahkan berulang kali mengingatkan agar anggaran diarahkan untuk pemulihan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
"Ini bukan soal aturan teknis. Ini soal moral publik. Kalau dewan tak bisa menahan diri dari menghamburkan uang rakyat, lalu siapa yang bisa dipercaya?” kritik Manan.
Pintu informasi seakan ditutup rapat, padahal, anggaran itu bukan milik pribadi, itu uang rakyat. Namun DPRD Bojonegoro memilih diam. Tidak ada pembelaan, tidak ada penjelasan, hanya kesunyian yang mencurigakan dari gedung dewan.
Ketertutupan ini memperkuat dugaan bahwa DPRD lebih nyaman berlindung di balik regulasi, ketimbang berdiri di depan rakyat dan menjelaskan keputusannya. Transparansi tak lagi jadi komitmen, tapi jadi beban.
Masih Manan, ini bukan hanya soal mobil, tapi siapa sebenarnya yang mereka wakili. Jika DPRD lebih cepat memperbarui mobil daripada memperbaiki jalan, jika mereka lebih peduli pada kenyamanan sendiri ketimbang penderitaan rakyat, maka mereka bukan lagi wakil rakyat—mereka sudah jadi penguasa kecil dengan fasilitas besar.
"Jika DPRD Bojonegoro masih ingin dipercaya, maka bukan mobil dinas yang harus mereka kejar, melainkan kesadaran untuk melayani, bukan dilayani" Pungkasnya.
Red...