APBDes Semenkidul 2023: Infrastruktur Mendominasi, Pemberdayaan Terpinggirkan
https://www.polemikdaerah.online/2025/09/apbdes-semenkidul-2023-infrastruktur.html
Opini Edukasi.
Bojonegoro, Polemikdaerah.online, – Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Semenkidul tahun 2023 kembali menegaskan persoalan klasik dalam tata kelola desa. Alih-alih berorientasi pada kepentingan rakyat, struktur anggaran justru memperlihatkan pola lama: dominasi proyek infrastruktur, sementara pelayanan dasar dan pemberdayaan masyarakat hanya menjadi pelengkap.
Data resmi menunjukkan bahwa rehabilitasi gorong-gorong menelan Rp58,85 juta, pembangunan jalan Rp95,44 juta, dan pengerasan jalan tani Rp63,77 juta. Sebaliknya, program Desa Siaga hanya mendapat Rp26 juta, dan sistem informasi desa yang mestinya menopang transparansi publik hanya dialokasikan Rp7 juta.
Pola alokasi ini jelas bertentangan dengan Permendesa PDTT Nomor 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023. Regulasi tersebut menegaskan Dana Desa harus diprioritaskan bagi pemulihan ekonomi masyarakat, program prioritas nasional (seperti penanganan kemiskinan ekstrem dan ketahanan pangan), serta mitigasi dan penanganan bencana. Aturan ini sekaligus menekankan pentingnya pelayanan dasar dan pemberdayaan warga desa sebagai inti pembangunan.
Namun kenyataan di Semenkidul memperlihatkan dominasi proyek fisik yang berulang. Forum musyawarah desa yang seharusnya menjadi ruang demokratis kerap hanya bersifat formalitas, karena keputusan penting diduga telah dikunci sebelum forum berlangsung. Celah aturan penggunaan maksimal 10 persen Dana Desa di luar prioritas pun sering dimanfaatkan untuk mengakomodasi proyek titipan elit.
Persoalan lain muncul dalam program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Berdasarkan Permendesa PDTT Nomor 8 Tahun 2022, bantuan RTLH maksimal Rp10 juta per unit, diberikan dalam bentuk material, bukan uang tunai, serta tidak boleh dipakai membayar tenaga kerja. Namun praktik di lapangan kerap menyimpang, bantuan rawan dipolitisasi, dibagi tidak merata, bahkan dijadikan komoditas janji politik menjelang pilkades maupun pemilu.
Kasus Semenkidul menegaskan adanya jurang lebar antara regulasi pusat dan praktik di tingkat desa. Dana Desa yang secara nasional mencapai Rp70 triliun per tahun, bukannya menjadi instrumen pemberdayaan, justru terjebak menjadi mesin politik yang menguntungkan segelintir pihak.
Red...