Pengadaan Excavator di Dinas PU SDA Jatim Potensi Fiktif, LSM GMBI Sebut Resiko Hukum Mengintai


SURABAYA, Polemikdaerah.online, – Proses pengadaan alat berat di Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2024 kini menjadi sorotan publik. Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM-GMBI) melayangkan surat klarifikasi bernomor 0188b/S.kl.pusda/DPW JATIM-LSM GMBI/VIII/2025, yang menyoroti tiga paket pengadaan bernilai miliaran rupiah.

Paket yang dimaksud yakniyakni :

  • Amphibi Excavator (Kode Paket ABP-P2410-10649669)
  • Excavator Type Standart (Kode Paket ABP-P2410-10806485)
  • Excavator Mini Long Arm (Kode Paket ABD-P2404-9145964)

Ketiganya merupakan proyek strategis yang mestinya mendukung pengelolaan sumber daya air, namun proses pengadaannya justru menuai tanda tanya besar.

Menanggapi hal tersebut, pihak Dinas PU SDA Jatim menegaskan bahwa pengadaan dilakukan dengan metode e-purchasing melalui katalog elektronik LKPP, sesuai amanat Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Mekanisme ini, menurut dinas, dipilih karena dianggap lebih cepat, efisien, dan akuntabel. Proses pemilihan penyedia dilakukan melalui negosiasi atau mini kompetisi dalam sistem e-catalog, bukan manual.

“Informasi hasil pemilihan penyedia tidak diumumkan oleh perangkat daerah, tetapi secara otomatis tayang di sistem LKPP dan aplikasi AMEL (Monitoring Evaluasi Lokal). Jika belum muncul, itu masalah teknis LKPP, bukan di kami,” demikian penjelasan pihak dinas.

Namun, alasan tersebut dinilai tidak menjawab substansi persoalan. Ketua LSM GMBI Wilter Jatim, Sugeng SP, menegaskan bahwa transparansi adalah syarat mutlak dalam penggunaan uang negara.

“Setiap rupiah pengeluaran negara wajib tertib administrasi, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Itu jelas diatur dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” tegas Sugeng.

Ia menambahkan, sistem e-catalog LKPP secara prinsip harus menampilkan daftar vendor resmi, harga, dan spesifikasi barang secara terbuka. Jika vendor tidak tampil di sistem publik, terbuka peluang adanya praktik pengadaan fiktif (ghost vendor) atau mark-up harga.

“Dalih bahwa vendor belum muncul di sistem tidak bisa diterima. Justru di situlah potensi permainan anggaran terjadi,” ujar Sugeng.

Jika benar terjadi penyimpangan, konsekuensinya tidak main-main.

  • Kontrak batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat sah perjanjian sesuai Pasal 1320 KUH Perdata.
  • Pejabat terkait, mulai dari PPK hingga PA/KPA, dapat dikenai sanksi disiplin berdasarkan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
  • Ancaman pidana menanti melalui UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001).
  • Pasal 2 dan 3 menjerat penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara akibat pengadaan fiktif atau mark-up.
  • Hukuman penjara 4–20 tahun atau seumur hidup dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
  • Pasal 55 KUHP menegaskan pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan bukan hanya pada penyedia, tetapi juga pejabat pengadaan.

Polemik ini menunjukkan lemahnya transparansi dalam pengadaan barang/jasa di tubuh Dinas PU SDA Jatim. Publik mendesak agar data vendor, nilai kontrak, harga satuan, dan spesifikasi alat ditampilkan terbuka di sistem LKPP tanpa ada yang disembunyikan.

Tanpa keterbukaan, pengadaan yang seharusnya memperkuat layanan publik justru berpotensi menjadi ladang praktik korupsi, mark-up, dan permainan anggaran.

“Kalau memang bersih, buka saja semua data. Jangan berlindung di balik alasan teknis LKPP,” pungkas Sugeng.

Red.  

Sebelumnya

item