PJTKI Tanpa Izin di Bojonegoro Diduga Tetap Beroperasi, Ancaman TPPO Mengintai
Bojonegoro, Polemikdaerah.online, – Maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke luar negeri, seperti yang sempat mencuat ke Kamboja, kini menyeret perhatian publik di Bojonegoro. Sejumlah perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia (PJTKI) di kabupaten ini diduga beroperasi tanpa izin resmi, namun tetap melakukan perekrutan dan pemberangkatan pekerja migran.
Salah satu organisasi masyarakat (Ormas) mengungkapkan, kondisi ini merugikan calon pekerja migran dan daerah.
"Banyak PJTKI beroperasi tanpa izin lengkap. Ini merugikan calon TKI dan tidak menambah pemasukan bagi daerah,” tegas perwakilan Ormas, Senin (4/8/2025).
Padahal, sesuai regulasi, setiap PJTKI wajib mengantongi Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (SIPPTKI) yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan berdasarkan rekomendasi Disnaker kabupaten/kota. Tanpa dokumen tersebut, proses penempatan tenaga kerja menjadi ilegal dan tidak memiliki payung perlindungan hukum.
Data Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Bojonegoro menunjukkan, hingga Juni 2025 ada 573 warga yang bekerja di luar negeri, mulai dari Arab Saudi hingga Korea Selatan. Ironisnya, tidak satu pun PJTKI di Bojonegoro yang secara resmi melaporkan kegiatan operasionalnya kepada Disperinaker.
"Minimal harus ada pemberitahuan kepada dinas jika mereka membuka cabang atau beroperasi di daerah,” ungkap salah satu staf Disperinaker.
Pengakuan mencengangkan datang dari Kepala Cabang PT IAS di Kecamatan Temayang saat dikonfirmasi pewarta, ia secara terbuka mengakui belum memiliki SIPPTKI, namun tetap menjalankan aktivitas perekrutan.
"Iya, kami belum punya SIPPTKI. Tapi sudah dibantu pengurusannya oleh Pak Danu dari Disnaker,” ujarnya via telepon.
Lebih jauh, perusahaan tersebut juga mengaku pernah menggunakan jasa pihak ketiga untuk mengurus izin, namun terhambat sistem OSS (Online Single Submission). Meski izin belum lengkap, proses pemberangkatan pekerja tetap dilakukan.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar terhadap efektivitas pengawasan pemerintah daerah. Jika PJTKI tanpa izin masih bebas beroperasi, risiko TPPO, penipuan, dan eksploitasi terhadap pekerja migran akan semakin besar.
Pemerintah daerah didesak untuk tidak sekadar melakukan sosialisasi, melainkan melakukan penindakan tegas, termasuk penghentian aktivitas dan penutupan operasional PJTKI yang melanggar. Tanpa langkah konkret, Bojonegoro berpotensi menjadi salah satu titik rawan perdagangan manusia berkedok penyaluran pekerja migran.