Makan Siang Gratis, Tapi Guru yang Menanggung Risikonya

Opini Edukasi


In
donesia, Polemikdaerah.online – Senyum riang anak-anak saat menerima paket makan siang gratis seharusnya menjadi kebahagiaan bagi para guru, namun di balik keceriaan itu, tersimpan keresahan, beban baru justru ditimpakan ke pundak para pendidik.

Beredar dokumen perjanjian kerja sama antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan sekolah. Dalam kontrak tersebut, guru melalui kepala sekolah, tidak hanya diwajibkan membagikan makanan, tetapi juga bertanggung jawab penuh atas alat makan yang digunakan siswa, jika ada kerusakan atau kehilangan, pihak sekolah harus mengganti dengan biaya Rp80.000 per set.

“Bayangkan, murid jumlahnya ratusan, setelah makan, wadah bisa tercecer, tutup hilang, atau tray pecah. Semua kesalahan itu dibebankan ke sekolah. Kalau begitu, siapa yang menanggung? Ya guru lagi, guru lagi,” keluh seorang guru. 

Lebih memberatkan lagi, guru diwajibkan menjaga kerahasiaan bila terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti dugaan keracunan, mereka harus menenangkan siswa dan orang tua sambil tetap mengajar seolah tidak ada masalah. “Padahal kami tidak pernah ikut menentukan makanan itu layak atau tidak,” tambahnya.

Situasi ini menimbulkan dilema besar, di satu sisi, guru mendukung penuh program gizi untuk anak, namun di sisi lain, tanggung jawab tambahan membuat mereka harus bekerja di luar kapasitas, bahkan berisiko secara finansial.

Seorang pengamat pendidikan menilai, klausul perjanjian ini bisa kontraproduktif. “Guru seharusnya fokus mendidik, bukan mengurus logistik makan siang, kalau tidak direvisi, program yang berniat baik ini bisa berubah jadi masalah besar,” ujarnya.

Bagi para guru, program makan siang gratis saat ini ibarat pisau bermata dua, anak-anak memang kenyang, tetapi hati para pendidik justru lapar akan keadilan, perlindungan, dan penghargaan atas tugas utama mereka, mencerdaskan generasi bangsa.

Red... 

Sebelumnya

item