Beberapa Pokir DPRD Bojonegoro Tak Tercatat di SIRUP LKPP, Publik Soroti Transparansi

Opini Edukasi. 


Bojonegoro, Polemikdaerah.online, – Miliaran rupiah digelontorkan setiap tahun melalui skema pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD Bojonegoro. Mekanisme ini sejatinya dirancang untuk menyalurkan aspirasi warga hasil reses, dibawa ke Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), masuk ke Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), hingga disahkan dalam APBD.

Namun, praktik di lapangan menuai kritik. Publik menuding Pokir bergeser menjadi jalur khusus proyek titipan yang kental aroma politik.

Padahal sesuai aturan, seluruh program pembangunan yang dibiayai APBD wajib tercatat dalam dokumen resmi serta diinput ke Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP. Aplikasi nasional itu memungkinkan masyarakat melacak rencana, lokasi, hingga pelaksana proyek.

“Ini yang berbahaya. Kalau sistem saja tidak bisa melacak, bagaimana masyarakat bisa tahu proyek itu benar-benar ada atau tidak?” kata Koh Akhsin, pemerhati kebijakan publik Bojonegoro, Sabtu (21/9).

Menurutnya, hilangnya sejumlah paket Pokir dari SIRUP membuka celah penyalahgunaan anggaran. “Proyek bisa fiktif, anggaran dimark-up, atau pelaksana dipilih bukan karena kompetensi, melainkan kedekatan politik,” ujarnya.

Seorang kontraktor lokal juga membenarkan kesan eksklusif dari proyek Pokir. “Kalau sudah Pokir, biasanya sudah ada yang ‘punya’,” katanya, enggan disebut namanya.

Kritik makin tajam karena praktik ini dianggap erat kaitannya dengan politik elektoral. “Pokir sering dipakai sebagai alat balas budi pasca-pemilu, atau menjaga basis dukungan menjelang kontestasi berikutnya,” tegas Wibowo, pegiat informasi publik.

Lanjut Wibowo, ia menegaskan, Bappeda seharusnya memastikan seluruh usulan masuk melalui jalur Musrenbang dan selaras dengan prioritas pembangunan. Selain itu, Sekretariat DPRD dinilai wajib membuka informasi terkait seluruh agenda penjaringan aspirasi anggota dewan.

“Semua Pokir yang masuk APBD wajib tercatat di SIRUP. Kalau ada yang tidak, itu pelanggaran. Kami mendesak Inspektorat, BPKP, bahkan KPK turun tangan melakukan audit digital,” ujarnya

Beberapa kalangan masyarakat sipil juga mendorong Pemkab membuka dashboard real-time berisi asal-usul Pokir, nilai anggaran, hingga progres pelaksanaannya.

“Tanpa transparansi, publik menilai Pokir bukan lagi instrumen aspirasi rakyat, melainkan instrumen politik,” pungkasnya.

Red... 


Sebelumnya

item