Foya-Foya di Meja Rapat: DPRD Bojonegoro Anggarkan Ratusan Juta untuk Konsumsi, Saat Rakyat Bertahan dalam Kemiskinan
Bojonegoro, Polemikdaerah.online – Di tengah jerit sunyi rakyat yang masih bergulat dengan kemiskinan, Sekretariat DPRD Bojonegoro justru merancang pesta anggaran senyap di balik meja rapat. Berdasarkan data resmi dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP, belanja makanan dan minuman DPRD untuk tahun 2025 dipatok lebih dari Rp600 juta, seluruhnya bersumber dari APBD.
Bukan untuk program pengentasan kemiskinan, bukan pula untuk kebutuhan pendidikan atau kesehatan masyarakat. Dana ratusan juta rupiah itu justru digelontorkan untuk membiayai konsumsi berbagai agenda internal dewan, mulai dari rapat, pembahasan anggaran, hingga jamuan tamu.
Hasil telusur pewarta, data resmi dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP, didapati sebagian rinciannya:
- Rp90 juta untuk rapat koordinasi dan konsultasi pelaksanaan tugas
- Rp68,6 juta untuk pembahasan pertanggungjawaban APBD
- Rp63,7 juta untuk pembahasan KUA dan PPAS
- Rp54,7 juta untuk pembahasan APBD
- Rp44,6 juta untuk perubahan KUA dan PPAS
- Rp41,2 juta untuk pembahasan APBD Perubahan
- Rp40,3 juta untuk peningkatan disiplin pegawai
- Rp37,8 juta untuk pengawasan kode etik
- Rp22,6 juta untuk jamuan tamu kunjungan
- Rp21,6 juta untuk pembahasan Prolegda
Semua pengadaan dijadwalkan berlangsung sepanjang Januari hingga Desember 2025 dengan menggunakan metode e-purchasing.
Yang membuat publik terhenyak, pesta konsumsi ini berlangsung di tengah kenyataan pahit bahwa Bojonegoro kini masuk 11 besar daerah termiskin se-Jawa Timur, menurut data resmi BPS terbaru. Persentase penduduk miskin bahkan melampaui rata-rata provinsi, sebuah ironi di tengah semangat pembangunan yang terus diklaim.
Jika dirasionalisasikan, dengan Rp600 juta, pemerintah seharusnya bisa menyediakan 60.000 porsi makanan bergizi senilai Rp10.000 per anak. Itu cukup memberi makan 2.000 anak sekolah selama satu bulan penuh — sebuah program yang selaras dengan prioritas nasional.
Namun, tampaknya bukan itu prioritas para wakil rakyat. Yang jadi perhatian justru kenyamanan hidangan di sela rapat, bukan kondisi gizi atau pendidikan generasi penerus Bojonegoro.
Belanja konsumsi ini bukan insiden pertama yang mengundang sorotan. Sebelumnya, DPRD Bojonegoro juga menuai kritik atas pengadaan mobil dinas mewah senilai Rp2,6 miliar, serta polemik dugaan penggunaan sopir bayangan dan anggaran perjalanan dinas yang membengkak.
Dengan kondisi infrastruktur pedesaan yang masih tertinggal, layanan kesehatan belum merata, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang stagnan, penggunaan anggaran untuk konsumsi para elite politik ini terasa sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat.
Ratusan juta rupiah dihamburkan untuk makan dan minum, sementara sebagian warga masih harus memilih: makan hari ini, atau menyekolahkan anak esok hari.
Hingga berita ini diturunkan, Sekretaris DPRD Bojonegoro belum memberikan tanggapan atau klarifikasi atas besarnya alokasi konsumsi tersebut. Publik pun menunggu, adakah yang masih memiliki nurani di tengah pesta anggaran ini.
Red...