Warga Bayar Mahal, Jaringan Internet Lemot: Desa Digital Tuban Dipertanyakan: LSM GMBI Minta Bongkar Dugaan Kolusi
Tuban, Polemikdaerah online, – Program Desa Digital Kabupaten Tuban yang digadang-gadang mampu membuka akses internet murah dan cepat bagi warga desa justru berubah menjadi polemik. Pasalnya, setiap desa dipaksa membayar biaya internet hingga Rp30 juta per tahun atau Rp2,5 juta per bulan untuk layanan Iconnet, namun kualitas jaringan yang diterima dinilai buruk, lemot, sering putus, dan tidak stabil.
“Wifi di tempat saya kayak kehabisan kuota, lemot sekali,” keluh warga Desa Sokosari, Kecamatan Soko, Sabtu (30/8/2025). Keluhan serupa bergema di sejumlah desa lain.
Lebih ironis lagi, pembayaran dilakukan setiap tiga bulan sekali, sehingga desa dipaksa menyetorkan Rp7,5 juta sekaligus. Seorang kepala desa yang enggan disebutkan namanya mengaku keberatan, namun tak punya pilihan.
“Kami hanya bisa mengikuti mekanisme yang sudah diatur, meski kualitasnya sangat mengecewakan,” ujarnya lirih.
Publik kini menaruh kecurigaan adanya kolusi antara dinas terkait dan pihak penyedia layanan dalam program Desa Digital ini.
Sementara itu, Ketua LSM GMBI Wilayah Teritorial Jawa Timur, Sugeng Sp, mempertanyakan dasar penunjukan Iconnet sebagai penyedia layanan internet desa. Ia menilai harga Rp2,5 juta per bulan jauh di atas harga pasar.
“Dengan Rp400 ribu per bulan saja, desa sudah bisa mendapatkan internet 20 Mbps dari penyedia lain. Anggaran Rp2,5 juta per bulan jelas tidak wajar dan mengarah pada dugaan mark-up,” tegas Sugeng, Senin (1/9/2025).
Jika dihitung, selisih antara Rp30 juta per tahun (Iconnet) dengan Rp4,8 juta per tahun (penyedia lain) mencapai Rp25,2 juta per desa. Bila dikalikan dengan 328 desa di Tuban, potensi pemborosan dana bisa menembus Rp8,26 miliar per tahun, lanjutnya.
LSM GMBI Wilter Jatim telah melayangkan surat klarifikasi kepada Dinsos P3A dan PMD Tuban untuk meminta transparansi penuh terkait kontrak layanan internet desa.
“Program Desa Digital yang seharusnya menjadi penopang pendidikan dan ekonomi digital desa justru berpotensi menjadi proyek mercusuar, megah di atas kertas, gagal di lapangan, menyisakan pemborosan anggaran, dugaan kolusi harus dibongkar” pungkasnya.
Red...