Selisih Anggaran dan Ketimpangan Belanja Iklan, Tata Kelola Pengadaan di Sekretariat DPRD Bojonegoro Disorot


Bojonegoro, Polemikdaerah.online, – Tata kelola belanja jasa iklan, reklame, film, dan pemotretan di Sekretariat DPRD Bojonegoro tengah menjadi sorotan publik. Penelusuran menemukan dua masalah utama, adanya selisih anggaran Rp106,1 juta antara DPA dan RUP, serta ketimpangan alokasi belanja yang lebih berpihak pada media nasional ketimbang media lokal.

Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), pagu belanja jasa iklan tercatat Rp594,5 juta. Namun dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang dipublikasikan lewat SIRUP, paket yang sama hanya muncul Rp488,4 juta. Selisih ini hingga kini belum pernah dijelaskan pihak terkait.

“RUP seharusnya mengikuti persis angka di DPA. Kalau berbeda, paket pengadaan bisa terkendala karena pagu tidak sesuai dokumen resmi,” ujar salah satu pemerhati kebijakan publik di Bojonegoro, Senin (22/9/2025).

Ketidaksinkronan ini dinilai rawan menimbulkan keterlambatan realisasi, bahkan berpotensi menjadi temuan audit karena menyangkut akurasi, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan anggaran daerah.

Dari total Rp594,5 juta, lebih dari Rp300 juta dialokasikan untuk publikasi di media cetak nasional. Sebaliknya, media lokal hanya kebagian Rp50 juta, itupun untuk 50 kali publikasi.

Ketimpangan harga juga mencolok, satu paket publikasi di media nasional bernilai Rp60 juta, setara dengan 60 kali tayang di media lokal yang hanya dihargai Rp1 juta.

“Apakah masyarakat Bojonegoro benar-benar membaca media cetak nasional? Atau jangan-jangan ini hanya soal gengsi pemerintah daerah tampil di panggung nasional,” sindir seorang pemerhati.

Selain media nasional dan lokal, belanja iklan juga meliputi :

  • 15 baliho senilai Rp4,5 juta
  • Publikasi media online 50 paket senilai Rp150 juta
  • Publikasi media cetak 30 kali senilai Rp50 juta

Namun efektivitas belanja ini dipertanyakan, terutama di tengah pergeseran konsumsi informasi masyarakat yang kini lebih mengandalkan media daring.

Kritik publik semakin tajam karena dana yang digunakan ternyata bersumber dari bunga simpanan daerah. Meski bukan dari PAD, anggaran tersebut tetap dianggap wajib dikelola secara transparan dan tepat sasaran, bukan sekadar untuk memenuhi serapan belanja tahunan.

Sejumlah kalangan menuntut pemerintah daerah segera memberi klarifikasi terkait selisih DPA–RUP dan meninjau ulang pola belanja iklan yang dianggap timpang, tidak efisien, dan rawan pemborosan.

Jika tidak segera dibenahi, masalah ini dikhawatirkan menghambat proses pengadaan sekaligus memperburuk kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan di Bojonegoro.

Saat dimintai konfirmasi pewarta, Sekretaris DPRD Bojonegoro Edi Susanto memilih bungkam. Sikap diam ini justru mempertebal tanda tanya di tengah desakan publik akan keterbukaan dan akuntabilitas. 

Red... 

Sebelumnya

item