Menu Mewah BPKAD, Rp83 Juta untuk Nasi Seafood, Diduga Langgar SSH SK Bupati


Bojonegoro, Polemikdaerah.online – Anggaran konsumsi rapat Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2025 menjadi sorotan publik, dari dokumen yang tercatat, total belanja mencapai Rp123,3 juta, terdiri dari Rp83,7 juta untuk menu nasi seafood dan Rp39,6 juta untuk snack box.

Kedua paket itu disebut dikerjakan oleh satu penyedia, UD Airlangga Food, yang berlokasi di Sukorejo, Bojonegoro.

Pilihan menu mewah ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip efisiensi penggunaan APBD.

"Pengadaan konsumsi rapat seharusnya sederhana, misalnya nasi kotak standar, kalau pilihannya nasi seafood, itu bisa dianggap pemborosan. Semangat efisiensi anggaran jadi hilang,” kritik salah satu pemerhati anggaran lokal.

Dari sisi nominal, alokasi Rp83,7 juta untuk nasi seafood juga dipertanyakan, jika mengacu harga pasar Rp35.000–38.000 per kotak sesuai patokan standar satuan harga pemerintah, jumlah itu setara sekitar 2.380 porsi. Angka tersebut dinilai tidak realistis untuk kebutuhan rapat internal bidang aset selama setahun, sehingga membuka ruang dugaan mark-up maupun perencanaan yang tidak tepat.

Namun, kontroversi makin melebar ketika klarifikasi dari penyedia katering justru menyebut angka berbeda. Julaekah, pemilik UD Airlangga Food, menegaskan nilai kontrak yang ia jalankan tidak mencapai Rp123 juta.

"Seingat saya, anggaran itu tidak sampai Rp123 juta, hanya sekitar Rp80 jutaan. Paket makan kami dibanderol Rp40–45 ribu per kotak,, snack box sendiri harganya Rp23 ribu per paket,” jelasnya.

Sementara itu, pemerhati kebijakan lokal Koh Akhsin menilai fakta ini kontras dengan Standar Satuan Harga (SSH) Kabupaten Bojonegoro yang ditetapkan melalui SK Bupati Nomor 188/181/Kep.412.013/2024. Dalam aturan tersebut, pada kode 1.1.12.01.07.0001, standar harga konsumsi rapat ditetapkan sebesar Rp38.200 per paket, jauh di bawah harga nasi seafood yang dipesan BPKAD.

"Kondisi ini bahkan disebut memicu kecemburuan di kalangan perangkat daerah lain. Beberapa ASN menilai tidak adil jika BPKAD bisa leluasa memilih menu mewah untuk rapat, sementara dinas lain harus ketat mengikuti SSH" Jelasnya. 

Pertanyaan publik pun semakin menguat, apakah BPKAD mendapat perlakuan istimewa, atau justru terjadi benturan dengan aturan SSH, indikasi pemborosan, sekaligus praktik diskriminatif antar dinas.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak BPKAD Kabupaten Bojonegoro belum memberikan keterangan resmi meski sudah dihubungi redaksi. Publik kini menanti transparansi penuh agar polemik ini tidak semakin melebar.

Red... 

Sebelumnya

item