Dari Coretan ke Teriakan: ACAB 1312 Jadi Bahasa Perlawanan Massa

Opini Edukasi.

Indonesia, Polemikdaerah.online, - Di setiap denyut demonstrasi, selalu ada bahasa yang lahir dari luka. Coretan di dinding, spanduk lusuh, hingga teriakan serempak di jalanan kini kerap dihiasi simbol yang sama ACAB 1312.

Simbol itu bukan sekadar angka. Ia adalah kode, mantra yang meletup dari dada para demonstran: 1=A, 3=C, 1=A, 2=B. Maka terbaca ACAB, singkatan dari All Cops Are Bastards, sebuah vonis telak bagi institusi kepolisian.

Fenomena ini bukan barang baru di dunia. Dari Eropa hingga Amerika Latin, slogan itu tumbuh di jalanan, lahir dari perlawanan terhadap aparat yang dianggap represif. Kini, ia menemukan rumahnya di Indonesia. Dari Jakarta yang hiruk-pikuk, Surabaya yang berdebu, Yogyakarta yang penuh mural, hingga Madiun yang bergolak, 1312 hadir sebagai tanda bahwa publik tak sepenuhnya percaya pada pelindungnya sendiri.

Slogan itu sebagai komunikasi simbolik antara massa aksi dan negara. Bagi mereka yang turun ke jalan, ACAB bukan sekadar vandalisme. Ia adalah identitas perlawanan global, sebuah bahasa universal yang menghubungkan rakyat tertindas di berbagai belahan dunia.

Namun, negara punya cara pandang berbeda. Kepolisian menegaskan bahwa unjuk rasa harus tertib dan sesuai hukum. Coretan di dinding, kata mereka, hanyalah bentuk perusakan fasilitas umum. Teriakan ACAB 1312 dianggap provokatif, melahirkan kebencian, dan karenanya patut diberi sanksi.

Tapi siapa bisa membendung bahasa luka? Setiap kali aparat memukul mundur demonstrasi, setiap kali gas air mata dilepaskan, setiap kali suara dibungkam, slogan itu justru tumbuh lebih nyaring. Ia menjelma simbol perlawanan yang menolak padam, sebuah cermin dari retaknya relasi antara rakyat dan polisi.

ACAB 1312 bukan sekadar kata, bukan hanya angka. Ia adalah stigma, sekaligus pengingat, di jalanan Indonesia, ada jarak yang kian melebar antara yang berkuasa dan yang diperintah.

Di balik angka 1312 dan kata ACAB, tersimpan jeritan yang tak terdengar di ruang sidang, tapi menggema di jalanan: jeritan tentang ketidakadilan, tentang luka yang tak kunjung diobati, dan tentang rakyat yang tak lagi melihat pelindung dalam seragam aparat.

Red... 

Sebelumnya

item