Skandal Bansos di Desa Guwoterus: Rumah Mewah Dapat Jatah, Wanita Renta Sebatang kara Tak Tersentuh


Tuban, polemikdaerah.online, – Janji pemerintah soal bantuan sosial yang tepat sasaran kembali tercoreng di level desa. Temuan lapangan dari warga dan pegiat sosial di Desa Guwoterus, Kecamatan Montong, menguak potensi penyimpangan data penerima bantuan yang sangat mencolok, hingga memicu kecaman dari warga setempat.

Di dusun Krajan RT 4 RW 2, terdapat satu keluarga besar yang hidup dalam kemapanan ekonomi, namun tetap rutin menerima berbagai jenis bantuan pemerintah. Mereka adalah pasangan Jasmin dan Suwati, yang tinggal satu atap bersama orang tua Jasmin, yakni Konan dan istrinya Darmini, serta tiga anak mereka yang masih di bawah umur.

Meski tinggal dalam satu rumah besar dan kokoh dengan pagar besi dan fasilitas rumah tangga lengkap, kendaraan motor dan bahkan mobil, keluarga ini tercatat memiliki dua kartu keluarga (KK) terpisah, sebuah celah administratif yang diduga kuat dimanfaatkan untuk menggandakan akses bantuan sosial.

"Mereka itu orang mampu, tapi selalu dapat semua bantuan, mulai dari sembako sampai bantuan tunai. Bahkan bisa buat bayar angsuran mobil," ungkap Paimo, seorang pegiat sosial desa yang selama ini aktif memantau ketimpangan penyaluran Bansos.

Menurut Paimo, jika ditotal, nilai bantuan yang masuk ke keluarga tersebut bisa mencapai Rp3 juta setiap penyaluran. Jumlah ini dianggap tak masuk akal, apalagi digunakan untuk membiayai kredit kendaraan, bukan kebutuhan pokok.

"Kami heran, kenapa yang miskin justru tidak terdata, sedangkan yang kaya lancar terus dapat jatah? Kalau Bansos untuk bayar mobil, itu sudah keterlaluan," tambahnya.


Sementara itu, diujung Desa, Seorang Lansia Menanti Janji Negara yang Tak Kunjung Datang, di Dusun Ngindahan, hanya beberapa kilometer dari rumah mewah itu, tinggal Kasmi (58), seorang janda lansia yang hidup sebatang kara, ia sudah lama tidak menerima bantuan apapun, bahkan sejak Pilpres terakhir. Usia tua dan kondisi ekonomi lemah tak membuat namanya muncul dalam daftar penerima manfaat.

"Saya nggak pernah dapat apa-apa. Nggak ada bantuan sembako, uang juga tidak. Dulu katanya belum masuk data, tapi sampai sekarang tetap tidak dapat," kata Paimo tirukan Kasmi lirih.

Kondisi ini memunculkan kontras sosial yang mencolok sekaligus menyakitkan, lansia sebatangkara tak tersentuh bantuan, rumah mewah banjir subsidi.

Masih menurut Paimo, praktik memecah KK dalam satu rumah memang kerap jadi siasat untuk memecah kuota bantuan. Dengan dua KK, bantuan bisa digandakan, apalagi jika tidak ada verifikasi ulang dari aparat desa atau pihak dinas sosial.

Namun dalam kasus ini, muncul dugaan kuat bahwa praktik tersebut dibiarkan atau bahkan dilindungi oleh pihak tertentu di tingkat desa. Pasalnya, laporan warga sudah sering disampaikan, namun tidak pernah ditindaklanjuti secara serius.

“Mengapa keluarga mapan bisa menerima bantuan lebih dari satu jalur, apakah ada peran perangkat desa dalam permainan data penerima, siapa yang bertanggung jawab atas validasi dan distribusi Bansos” tegas Paimo dalam bertanya.

Skandal ini bisa menjadi pintu masuk bagi pengusutan lebih luas terhadap manipulasi Bansos di desa-desa lain di Tuban. Karena jika praktik serupa terjadi di banyak tempat, maka program pengentasan kemiskinan yang dibangga-banggakan pemerintah hanya menjadi proyek pencitraan semata, yang justru memperdalam jurang ketimpangan.

"Kalau dibiarkan, keadilan sosial hanya jadi ilusi. Orang miskin dibiarkan, orang kaya dimanjakan," pungkasnya.

Red... 

Sebelumnya

item