Skandal Pupuk Subsidi Rp12 Miliar, Seret Kadin Pertanian Dan Distributor Ke Pengadilan Negeri


Tuban, Polemikdaerah.online, - Suhu politik pupuk subsidi di Kabupaten Tuban mendadak mendidih. Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kabupaten Tuban bersama tiga distributor pupuk resmi digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Tuban melalui mekanisme Citizen Law Suit (CLS). Gugatan ini diajukan seorang warga Merakurak, Kuncoko, yang menuding ada “permainan gelap” dalam distribusi pupuk subsidi selama hampir dua tahun terakhir.

Bukan gugatan biasa, ini adalah tamparan keras terhadap rantai distribusi pupuk yang diduga berantakan, semrawut, dan selama ini tak tersentuh evaluasi serius.

Sidang perdana yang harusnya digelar Rabu (26/11/2025) justru molor karena majelis hakim berhalangan hadir. Namun penundaan itu tak mampu meredam perhatian publik. Kasus ini sudah terlanjur jadi sorotan besar.

Juru Bicara PN Tuban, Rizki Yanuar, memastikan perkara telah masuk dalam register Nomor 51/Pdt.G/2025/PN Tbn tertanggal 12 November 2025.

Citizen lawsuit adalah gugatan warga terhadap pemerintah atas dugaan kelalaian yang berdampak pada publik,” jelas Rizki.

Dalam gugatannya, atas kelalaian itu, angka kerugian yang disorot tidak main-main, harga Pupuk Melonjak Liar, dugaan “Mark Up” Menggunung dari Desa ke Desa

Kuncoko mengungkapkan temuan mengejutkan, sejak Januari 2024 hingga Oktober 2025, harga pupuk subsidi di lapangan dituding melonjak jauh melebihi HET, dijual antara Rp125.000–Rp160.000 per sak ukuran 50 kg.

Harga ini jelas jauh dari ketentuan pemerintah, tidak ada struk. Tidak ada transparansi. Tidak ada kejelasan alur distribusi, yang ada justru petani dipaksa membeli pupuk subsidi dengan harga nonsubsidi.

Tak hanya itu, beberapa kios dan distributor diduga memanipulasi data penyerapan, melaporkan jumlah yang tidak sesuai realita. Dalih klasik, "Stok Habis", kembali dipertanyakan, karena menurut hasil pengamatan, stok masih ada namun tak dilepas sesuai aturan.

Petani dibohongi. Dibilang habis, padahal masih ada,” tegas Kuncoko dengan nada tajam.

Dari hasil sampling harga di 20 desa pada empat kecamatan, Kuncoko menghitung potensi kerugian petani mencapai Rp12.435.072.620, angka Rp12 miliar ini seperti cambuk yang membangunkan banyak pihak, lanjut Kuncoko. 

Di sisi lain, Dinas Pertanian Tuban melalui pejabatnya, Eko, justru membuat pernyataan yang memicu reaksi publik.

Pengawasan berada di instansi perdagangan. Kami hanya mendampingi penyusunan RDKK.”

Pernyataan ini memunculkan pertanyaan besar, jka bukan kewenangan mereka, mengapa selama dua tahun penyimpangan di lapangan tak terdeteksi?, mengapa harga bisa melonjak dari desa ke desa, bukan hanya di satu wilayah?, dan bagaimana mungkin instansi teknis pertanian tidak mencium gelagat penyimpangan sebesar ini?

Eko mengklaim bahwa ke depan Dinas Pertanian akan memperketat laporan bulanan untuk mencegah penyimpangan, namun publik tahu, itu penjelasan pasca-gugatan, bukan pencegahan sejak awal.

Komposisi tergugat yang melibatkan:

  • Kepala Dinas Pertanian Tuban
  • Tiga distributor pupuk berbagai wilayah
  • Menteri Pertanian RI
  • PT Pupuk Indonesia

Hal ini menunjukkan dugaan serius bahwa persoalan ini bukan sekadar masalah kios di desa, melainkan potensi persoalan struktural dalam rantai distribusi nasional.

CLS ini berpotensi membuka pintu besar, apakah yang terjadi murni penyimpangan teknis? Atau ada pola pembiaran yang menahun?, yang jelas, petani-petani kecil yang menjadi korban menuntut keadilan.

Mereka tidak menuntut lebih, hanya ingin membeli pupuk sesuai harga yang sudah ditetapkan negara, bukan harga yang melambung tanpa dasar.

Sidang pekan depan akan jadi momen penting, apakah negara siap menjawab tudingan kelalaian?, ataukah publik justru akan disuguhi drama lempar tanggung jawab yang selama ini kerap terjadi di sektor subsidi?

'Jika benar ada penyimpangan Rp12 miliar lebih, ini bukan hanya skandal pupuk, ini skandal kepercayaan publik terhadap negara, petani sudah terlalu sering jadi korbannya" Pungkas Kuncoko. 

Red... 

Sebelumnya

item