Gorong-Gorong Rp30 Juta Ambrol Sebelum Dua Bulan, Warga Curiga Ada Pangkas Anggaran di Desa Guwo
Pati, Polemikdaerah.online, - Gorong-gorong di Desa Guwo, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, baru saja selesai dibangun pertengahan Agustus 2025, namun belum genap dua bulan, bangunan yang menelan biaya Rp30 juta dari Dana Desa (DD) itu sudah ambrol, parahnya, warga menemukan bagian yang rusak hanya ditutup dengan papan kayu seadanya.
Bukan sekadar soal kualitas, tetapi soal kejujuran dan transparansi anggaran, dalam laporan warga ke platform JAGA (Jaringan Pencegahan Korupsi), nilai proyek tercatat sebesar Rp30 juta, namun fakta di lapangan jauh berbeda, salah satu pemborong yang mengerjakan proyek itu mengaku hanya menerima Rp14 juta untuk seluruh pekerjaan.
“Saya dikasih Rp14 juta sama perangkat desa inisial W, padahal saya minta borongan Rp20 juta, katanya sudahlah mas, 14 juta saja, uangnya pun langsung dari beliau,” ungkap pemborong itu kepada awak media, Sabtu (11/10/2025).
Artinya, ada selisih Rp16 juta antara nilai anggaran dan dana yang benar-benar digunakan untuk pekerjaan, selisih yang cukup besar untuk sekadar disebut kesalahan administrasi.
Sejumlah warga pun makin geram, mereka merasa ditipu oleh wajah pembangunan yang hanya bagus di laporan, tapi rapuh di kenyataan.
"Belum dua bulan sudah jebol. Ini bukan sekadar proyek gagal, tapi bukti kalau uang rakyat dimainkan,” tegas salah satu warga Guwo.
Sementara itu ketika dikonfirmasi, perangkat desa berinisial W justru berkelit dan mengaku tidak tahu-menahu soal proyek tersebut, sikap ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada upaya cuci tangan dan saling lempar tanggung jawab.
Beberapa tokoh masyarakat pun mulai menelusuri lebih jauh, menduga bahwa kasus gorong-gorong ini hanya puncak dari gunung es pengelolaan Dana Desa di Guwo.
“Kalau baru satu proyek saja sudah begini, bisa jadi proyek lain pun ada permainan, ini uang rakyat, bukan milik pribadi. Kami minta aparat penegak hukum segera turun tangan,” ujar salah satu tokoh masyarakat.
Fakta bahwa proyek ini masuk dalam laporan resmi di platform pencegahan korupsi nasional, tetapi tetap bermasalah di lapangan, menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan integritas aparatur desa.
Kasus seperti di Desa Guwo ini bukan cerita tunggal, di banyak desa, Dana Desa yang bernilai miliaran rupiah sering kali berakhir menjadi proyek asal jadi, sementara laporan keuangan tampak sempurna di atas kertas, tanpa transparansi, tanpa kontrol masyarakat, Dana Desa bisa berubah dari berkah menjadi ladang korupsi.
Ironinya, program Padat Karya Tunai Desa (PKTD) yang seharusnya membuka lapangan kerja dan memperkuat ekonomi warga, justru diduga dijadikan alat untuk memeras anggaran dan memperkaya segelintir orang.
Red...