Dugaan Pemborosan Anggaran DLHP Tuban: Belanja BBM TPA Capai Rp2,3 Miliar, Harga dan Volume Sarat Kejanggalan


Tuban, Polemikdaerah.online – Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) Kabupaten Tuban kembali menjadi sorotan tajam. Anggaran pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk sub kegiatan Penanganan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) pada tahun anggaran 2025 tercatat mencapai angka mencengangkan: Rp2.370.389.174. Namun, rincian transaksi dalam Sistem Rencana Umum Pengadaan (RUP) justru memunculkan banyak tanda tanya dan dugaan pemborosan.

Dalam dokumen RUP LKPP, ditemukan sejumlah transaksi BBM yang tak masuk akal dari sisi volume, harga per liter, hingga logika penggunaannya. Contohnya, pembelian 500 liter BBM dilaporkan dalam dua transaksi berbeda—Rp781.920 dan Rp625.536—tanpa keterangan waktu pembelian maupun jenis BBM. Bahkan lebih janggal lagi, tercatat pengadaan 7 liter BBM dengan nilai Rp90.110 atau setara Rp12.873 per liter, jauh di atas harga eceran tertinggi Pertalite.

Tak berhenti di situ, belanja dengan volume kecil secara berulang—seperti 24, 37, hingga 80 liter—dituliskan dalam nilai jutaan rupiah. Pola ini memunculkan dugaan bahwa transaksi tersebut sengaja dipecah untuk menghindari mekanisme pengawasan ketat, atau bahkan untuk mengaburkan mark-up harga.

Beberapa contoh mencolok 285 liter BBM seharga Rp3.714.120 (sekitar Rp13.035/liter), dan lagi 180 liter seharga Rp2.349.800 (sekitar Rp13.054/liter), ditambah lagi 80 liter seharga Rp1.051.600 (sekitar Rp13.145/liter).

Ironisnya, dalam data yang sama, muncul harga ekstrem rendah: Rp1.251 per liter, yang secara logika ekonomi justru lebih rendah dari harga BBM bersubsidi sekalipun.

Ketidakkonsistenan harga, pengulangan volume mini, dan tak adanya spesifikasi jenis BBM membuka celah dugaan kuat: mulai dari mark-up harga, manipulasi volume, hingga transaksi fiktif.

Yang juga patut dipertanyakan, tidak ada keterangan vendor atau penyedia BBM dalam dokumen resmi tersebut. Padahal, menurut prinsip transparansi dan akuntabilitas pengadaan barang/jasa pemerintah, informasi ini merupakan komponen wajib. Ketiadaan data tersebut menutup ruang publik untuk melakukan penilaian kewajaran atas nilai transaksi.

Lebih memprihatinkan, kondisi lapangan di TPA Tuban sama sekali tidak mencerminkan pengelolaan dengan dukungan anggaran miliaran. Warga sekitar menyebut pengelolaan sampah masih semrawut, armada pengangkut kerap tak beroperasi, dan aroma busuk dari timbunan sampah tetap menyengat. Jika BBM sebesar Rp2,3 miliar benar-benar digunakan secara efisien, mestinya tidak ada persoalan sekelas ini.

Pertanyaan publik pun mengemuka: jika armada tak optimal dan pengelolaan masih amburadul, siapa yang sebenarnya menikmati BBM tersebut? Apakah benar BBM itu dibakar untuk pelayanan publik, atau justru hanya menjadi kedok administratif untuk mengalirkan dana ke pihak-pihak tertentu?

DLHP Kabupaten Tuban wajib menjawab kecurigaan ini secara terbuka. Seluruh dokumen pengadaan—jenis BBM, nama penyedia, bukti pembelian dan distribusi, hingga konsumsi riil oleh armada—harus diumumkan ke publik. Jika tidak, dugaan pemborosan ini tak hanya akan menimbulkan krisis kepercayaan, tapi bisa bermuara ke ranah hukum pidana dan tindak pidana korupsi.

Red... 

Sebelumnya

item